Senin, 24 Maret 2014

LEARNING GOLF

Begining for Learning Golf



Golf adalah jenis olah raga yang baru saya kenal semenjak saya bekerja di perusahaan saya ini, dimana saya diharuskan untuk mampu bermain golf,  agar saya dapat berkomunikasi dengan customer atau relasi saya.

awal pertama saya bermain golf saya sering sekali membuang bola dimana bola yang saya pukul selalu saja mengarah ke danau ataupun menghilang, dan seiring berjalannya waktu saya mulai bisa mengimbangi permainan dengan teman - teman saya.

Phil Mickelson Driving Test For Fairway


When my PGA Tour season begins, I come out swinging my driver aggressively. Then I gradually add even more speed until, by the time I get to Augusta, I'm driving it as far and accurately as I can. At the Masters, I want to rip it off the tee so I'll have a short club on those demanding approaches. The driver can be a real weapon there, more than at the other majors. At the U.S. Open, British Open and PGA Championship, you find a lot of drive zones that either get narrow or bend left or right at 280 to 300 yards. I often hit my driver farther than that, so I'm at risk of running through the fairway. That's when I'll choose my 3-wood. But at Augusta and in the weeks leading up to it, there aren't many cut-off points where I need to back off. Driver is the play. With advances in technology, I can swing my driver similar to the way I swing the other clubs, even my irons. The driver is the longest club in the bag, and that makes my swing longer and my arc wider, but the swing mechanics are basically the same. That's good news for you. As I'm getting my game ready, I'm focusing on a short list of swing keys that help me blend maximum distance with accuracy. I've found that the simpler I keep that list, the better I play. You might not be chasing a green jacket like I am, but these tips will get your season off to a fast start.



SEQUENCE

LET YOUR SPEED BUILD
In my 23 years as a pro, I've been fortunate never to have had a serious golf-related injury. One reason for that is, my swing isn't very violent. I generate clubhead speed by making a full turn on the backswing and then accelerating my arms and hands on the way down. I don't try to restrict my hip turn on the backswing, or make a sudden burst of speed swinging down. That's how you get hurt. You can generate plenty of clubhead speed with the driver by increasing your range of motion and building up speed gradually.


IMPACT

MAKE A LEVEL STRIKE

Coming down, I feel my front leg straightening, and I start rotating around it. This stops me from sliding toward the target, which throws off my timing and accuracy. It's the opposite of sagging legs, which you sometimes see. One caution: When you post up on that front leg, the tendency is to let your upper body rise. That can lead to poor contact. Keep your body at the angle you set at address. Then you can swing the clubhead level through impact and let the club's loft determine the launch angle. Try to keep the clubhead low until the ball is long gone.



MY 3-WOOD

HOW INNOVATION IS MAKING ME A BETTER DRIVER
The technology that has helped make the driver more forgiving for average golfers hasn't been the best thing for me. Modern drivers have gotten bigger, and as a result the center of gravity has moved farther away from the face. That helps improve a driver's moment of inertia, or stability, but it has made drivers feel different from my traditional blade irons and produce too much spin.
For players with high swing speeds, too much spin can hurt your distance. Lowering the loft might lower your spin rate, but it brings down your launch angle, too. Fortunately, new technology gave me another option last year—but not with the driver. I switched to Callaway's X Hot 3-wood, and right away I was hitting it nearly as far as my driver. This club revolutionized my driving because it eliminated excessive spin but still gave me high launch. The head is smaller and the center of gravity is closer to the face. Its smaller size also means a lower moment of inertia, so the face is easier for me to square up at impact.
Can you benefit from my 3-wood strategy? For many players a 3-wood could go just as far as a driver. But what's intriguing is how the technology in my 3-wood is making its way to the driver. Just as I'm able to optimize the center of gravity for my swing, you'll be able to find a driver optimized for your swing. That's a big step toward maximizing distance.
with Mike Stachura

Mie Linggarjati Bandung

Bandung memang dipenuhi penjaja makanan legendaris yang sudah memulai usahanya puluhan tahun yang lalu. Tak terkecuali di tempat ini, Mie Linggarjati. Menurut sang empunya, tempat ini sudah mulai berjualan makanan (dulunya Rumah makan) sejak tahun 1950. Ini berarti sudah bertahan selama 60 tahun! Apa sih yang menjadi keistimewaan tempat ini? Yamin Manis Baso Babat menjadi pilihan menu utama saya. Biasanya saya bukanlah penikmat mie, tapi penggemar baso. Disini keadaan terbalik, saya benar-benar menikmati setiap helai mie yang tersaji di atas mangkok, entah mengapa aroma gurih dan manis dari yamin manis yang ditaburi suwiran daging ayam halus ini begitu pas dengan lidah saya, jarang-jarang. Sementara itu baso yang disajikan di mangkok terpisah bersama kuah sendiri tidak terasa istimewa bagi saya. Tapi babatnya oke loh, empuk dan tidak liat. Jadi buat saya, magnet utama tempat ini ada di Yaminnya. Harganya relatif mahal untuk ukuran mie baso, satu porsi yamin manis baso babat ini dihargai sekitar 35rb rupiah. Tapi puas lah...



Atas rekomendasi banyak orang juga saya tergoda untuk memesan Es Alpukat. Katanya enak banget. Saya berpikir, bukannya dimana-mana es alpukat ya gitu-gitu saja? Pertanyaan saya langsung terjawab begitu suapan es pertama Es Alpukat itu hinggap di rongga mulut. Alpukat ini tidak disajikan dengan diblend halus tapi dihancurkan saja. Yang membuat istimewa dari minuman seharga 23ribu rupiah ini adalah pemanisnya, koq bisa pas banget ya? Jujur, saya bingung bagaimana mendeskripsikan cita rasa es alpukat ini, yang jelas begitu memikat. Es Alpukat yang memikat :) Dan yang pasti gak cuma enak, tapi enak bingiiitttt....



Minggu, 23 Maret 2014

Bebek Kaleyo

Penggemar bebek di Jakarta tentu kenal dengan Bebek Kaleyo yang memiliki banyak cabang di beberapa titik di kota Jakarta. Ya, nama bebek kaleyo memang memiliki brand image yang kuat di kalangan pecinta kuliner bebek. Kenapa? Tentunya karena cita rasa yang dihasilkan oleh sajian yang dihidangkan. Bebek Goreng Kaleyo misalnya, selain dagingnya yang lembut, cita rasa gurih yang diberikan oleh olahan bebek goreng ini memang memanjakan indera pengecap kita. Konon, ini karena resep untuk memasak bebek ini merupakan hasil percobaan yang cukup panjang sehingga menemukan resep terbaik yang digemari masyarakat. Untuk satu ekor Bebek Goreng kita bisa beli dengan harga Rp. 70.000,- sedangkan untuk satu potong dada/ayam cukup keluarkan uang Rp. 17.500 saja. Selain Bebek Goreng, Bebek Bakar dan Bebek Cabe ijo juga tercantum pada daftar menu yang dapat menjadi pilihan kita.



Konon lagi nih, Bebek Kaleyo merupakan warung bebek paling rame se-Indonesia. Benarkah? Berdasarkan pantauan saya di salah satu cabangnya di daerah Tebet, Jakarta, tingkat keramaian di warung ini memang luar biasa. Ruangan yang sangat luas dan menampung ratusan orang ini di jam makan malam seolah tak pernah sepi dikunjungi pengunjung yang menempati meja yang tersedia silih berganti. Untuk pengalaman pertama kali mengunjungi tempat ini, hal ini tentunya membuat saya geleng-geleng kepala. Mungkin lebih ramai Bebek Sinjay di Madura, tapi Bebek Sinjay ini hanya buka pada jam makan siang dengan durasi sekitar 3-4 jam saja, sedangkan Bebek Kaleyo buka dari jam 11 siang sampai 11 malam. Padahal Bebek Kaleyo sendiri baru berdiri tahun 2007 dengan menempati sebuah tenda di kawasan Cempaka Putih. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, saat ini Bebek Kaleyo sudah memiliki dua belas cabang di kawasan Jakarta, Bekasi, Bintaro, BSD dan sebagainya. Sungguh suatu perkembangan usaha kuliner yang sangat pesat.

Nasi Uduk Ungu Sukabumi

Pernah makan nasi berwarna ungu? Atau paling tidak pernah melihatnya? Di Sukabumi ada sebuah resto yang menyajikan nasi yang berwarna ungu, nama tempatnya Mamih Ungu Resto. Menu andalan dari Resto ini adalah Nasi Uduk Ungu Special, nasi uduk berwarna ungu yang disajikan dengan ayam goreng kemiri, tahu, tempe, lalap+sambal serta telor dadar tipis sebagai alasnya. Dari mana warna ungu untuk nasi itu didapat? Sang empunya bilang bahwa warna tersebut berasal dari buah bit dan ubi, rasanya tidak kentara pada nasi uduk yang sudah gurih itu, tapi kandungan gizi yang terdapat pada umbi-umbian itu menjadi nilai tambah tersendiri untuk sajian ini, selain tentunya penampilannya yang unik dan menarik. Acungan jempol juga harus diberikan atas ayam goreng yang menjadi lauk utama pendamping Nasi Ungu ini. Menggunakan ayam kampung sebagai bahan dasarnya, ayam goreng ini terasa begitu gurih dan empuk, bumbunya benar-benar meresap ke dalam setiap helai dagingnya. Satu porsi Nasi Uduk Ungu Special ini dapat kita nikmati dengan harga Rp. 23.000. Selain Nasi Uduk Ungu, tempat ini juga menawarkan satu menu unik lainnya yaitu Nasi Uduk Ijo yang bercita rasa agak pedas karena menggunakan cabe hijau sebagai campurannya.


Dari situsnya, mamihungu.com, tertulis bahwa Mamih Ungu Resto ini baru memulai usahanya di tahun 2007 dengan menawarkan aneka sajian khas Sunda. Mulai berkembang pesat setelah mulai ditawarkannya Nasi Ungu ini kepada para pelanggannya. Pada tahun 2013, resto ini berekspansi dengan membuka tempat yang lebih besar, tidak jauh dari tempat asalnya. Saat ini, Nasi Ungu menjadi salah satu ikon kuliner Kota Sukabumi sehingga dapat menarik para wisatawan maupun penduduk kota ini untuk menikmati sajian yang unik ini. Penasaran?

Pecel Kawi Malang

Sarapan di kota Malang memang menyajikan beragam pilihan kuliner yang menggoda. Salah satunya bisa kita dapatkan di Pecel Kawi. Di kedai sederhana kita bisa menikmati sepiring nasi pecel dengan harga delapan ribu rupiah saja. Kacang panjang, tauge, timun, kangkung, daun kemangi cipir dan lain-lain disajikan di atas nasi hangat dan diguyur bumbu pecel, tak lupa peyek kacang dan kripik tempe sebagai pelengkapnya. Bumbu pecel ini konon yang menjadi magnet utama di rumah makan tradisional ini. Gurih dan sedikit semburat rasa pedas muncul begitu kita mencicipi bumbu kacang ini. Rasa manisnya pun tidak berlebih jika dibanding bumbu pecel yang biasa ditemui di Jawa Tengah dan Jogja. Dan buat saya nasi pecel itu belum lengkap tanpa kehadiran telur ceplok alias telur mata sapi. Ya, di tempat ini beragam lauk tambahan tersaji layaknya di warung tegal, tinggal pilih.


Untuk minumnya, Es Beras Kencur merupakan pilihan yang paling tepat. Kesegaran beras kencur dingin benar-benar memberi suntikan semangat di pagi hari. Disajikan dalam botol plastik kecil, tampaknya satu botol kurang deh, apalagi buat penggemar beras kencur seperti saya. Suegeerr benerrr...




Tidak sulit menemukan lokasi Pecel Kawi ini karena berada di ruas Jl Kawi, tidak jauh dari Alun-Alun Kota Malang. Suasana jaman baheula masih melekat dan tampaknya dipertahankan di kedai yang sudah memulai usahanya sejak 1975 ini. Jadi jika bepergian ke Malang silakan untuk mencoba sarapan di Pecel Kawi ini, yuks...